aspiratif, ilmiah, akuntabel, dan independen

Kamis, 28 Februari 2008

Indonesia Menuju Sistem Kasta Pendidikan

Oleh : Romi Advant

Di Indonesia, masalah pendidikan tak kalah gaungnya dengan kasus politik. Mungkin hampir setiap tahun dirundung masalah yang tak pernah selesai. Tentang ujian nasional misalnya, belum tercipta konsep ideal tentang format ujian nasional bagi siswa SMP dan SMA oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dunia pendidikan kembali ditempa dengan munculnya rencana privatisasi pendidikan.
Belakangan rakyat kecil terganggu dengan terdengar siap berubahnya suatu sistem pendidikan perguruan tinggi menjadi Badan Hukum Pendidikan atau yang lebih dikenal dengan otonomi kampus. Bagaimana tidak?, saat ini saja rakyat tengah dihadapi permasalahan tidak meratanya pendidikan yang dikarenakan mahalnya biaya pendidikan berkualitas namun kini harus dihadapkan dengan menanggung mahalnya biaya proses perkuliahan yang semestinya menjadi tanggungjawab pemerintah. Ketua Komisi X DPR Irwan Prayitno menyebutkan, RUU BHP muncul karena negara belum mampu memenuhi ketersediaan anggaran pendidikan, terutama untuk pendidikan tinggi. Dari sekitar Rp 43 triliun anggaran pendidikan tahun 2007, hanya Rp 12 triliun yang tertuju ke pendidikan tinggi. Lebih dari separuh anggaran tahun ini masih tertuju ke pendidikan dasar(Kompas, 2007).
Dengan BHP, diharapkan terwujudnya kemandirian kampus, sehingga tumbuh dan berkembang kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas. Perguruan tinggi diharapkan kreatif untuk menggali sumber-sumber pendanaan, termasuk mencaridonatur dan investor.Namun demi tujuan mulia tersebut, penguasa harus dapat merelakan orang miskin mendapatkan hak yang berbeda dengan orang kaya yaitu besar kemungkinannya orang miskin tak kuliah. Untuk mencapai tingkat pendidikan berkualitas, masyarakat harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan hanya orang yang berkantong tebal dan kaya yang dapat menkonsumsi pendidikan yang berkualitas sedangkan masyarakat yang mempunyai kelas social rendah tidak akan dapat mengakses pendidikan yang notabena adalah kelompok masyarakat tertinggi di Indonesia. Walaupun sesungguhnya telah dipaparkan pada pasal 31 UUD 1945 bahwa tiap warga negara berhak dan wajib memperoleh pendidikan. Dalam pasal 28 ayat 1 yang diamendemen dinyatakan lebih tegas lagi, "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni serta budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia".
Menurut peraturannya PTN BHP disebutkan sebagai lembaha nirlaba, atau tidak mencari keuntungan. Namun kenyataan yang terjadi pada beberapa PTN BHMN adalah kenaikan yang cukup drastis pada biaya kuliah. Tercatat biaya kuliah di beberapa universitas yang berubah menjadi BHMN mengalami peningkatan sebesar 300 sampai 400 %. Seperti yang terjadi di kampus UI yang menerapkan uang pangkal untuk jalur SPMB sebesar 5 sampai 25 juta. Selain itu jalur lain seperti Program Prestasi Minat Mandiri (PPMM) mencapai 25 sampai 75 juta. Kemudian di UGM juga menerapkan jalur Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) yang besarnya mencapai 20 juta. Dan di ITB menerapkan Sumbangan Dana Pengembangan Akademik (SDPA) yang mencapai 45 juta (Muhaimin,2007).
Dengan munculnya RUU BHP ini, kita semua disadarkan bahwa tingkat krisis pendidikan nasional di republik ini benar-benar telah sampai ke puncaknya. Bukan saja bahwa para pengambil kebijakan negara secara terang-terangan hendak mengabaikan amanat proklamasi, UUD 1945, dan konstitusi-konstitusi turunannya, tetapi hendak cenderung mengambil kebijakan kependidikan yang bakal menghalangi hak-hak dasar warganya yang tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan diperlukan bagi dirinya dan bangsanya. Jika benar demikian, bukan saja kesejahteraan dan kemartabatan bangsa akan hilang, tetapi kebodohan dan keterpurukan serta ketidakadilan yang akan terus kita rasakan.
Suatu sistem lama kemungkinan besar akan kembali mewarnai kehidupan sosial negeri ini. Yaitu sistem kasta yang membagi-bagi masyarakat berdasarkan status sosialnya. Sistem kasta yang cukup dikenal seperti brahmana, ksatria, waisya dan sudra. Dimana brahmana merupakan para pandita, ksatria para anggota lembaga pemerintahan, waisya para petani, dan sudra adalah para rakyat jelata. Suatu hal yang sangat mungkin beberapa tahun yang akan datang masyarakat terbagi menjadi kasta-kasta dalam pendidikan. Orang kaya dapat saja menjadi kasta ksatria karena mempunyai biaya untuk dapat melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, namun orang miskin pasti akan menjadi kasta sudra karena tak mampu membiayai pendidikan karena mahalnya pendidikan.
Sebelum berlaku BHP saja, negeri ini secara tak langsung telah membagi masyarakat berdasarkan statusnya, apalagi jika BHP telah benar-benar diberlakukan. Saat ini angka putus sekolah tingkat sekolah jumlahnya mencapai 200-300 ribu pertahun. Belum termasuk SMP dan SMU. Jika berlaku BHP tentu akan tampak jelas perbedaan status si kaya dan si miskin. Rakyat miskin akan menjadi semakin bodoh dan semakin tak dapat mengimbangi lajunya era teknologi global. Pembangunan Indonesia yang berharap penuh pada sumber daya manusia tentu akan menjadi semakin terpuruk karena minimnya sumber daya yang berpendidikan.
Jika ingin dianalisa, masyarakat miskin merupakan suatu dominasi di Indonesia. Namun, hingga hari ini banyak warga miskin masih berpendidikan karena tingginya motivasi untuk merubah status sosialnya. Namun jika seluruh PTN menjadi BHP, suatu harapan yang sangat kecil bagi simiskin dalam mengubah hajat hidupnya. Kasta sudra akan mewarnai seluruh pelosok negeri ini. Beberapa tahun kemudian negara akan berteriak-teriak menuntut keadilan. Para kasta ’ksatria’ di pendidikan akan semakin berkuasa menginjak-injak kebodohan rakyat kecil. Sementara kasta ’ksatria’ menari dengan kemewahan, kasta ’sudra’ justru menangis karena penindasan. Maka hilang sudah janji demokrasi republik ini.

Selasa, 29 Januari 2008

BEM dan DPM Gelar Pelatihan Peningkatan Kapasitas Kader Sospol

Oleh Romi Advant

Lemahnya sistem politik Kalimantan Barat saat ini salah satunya disebabkan mandegnya pencerdasan politik di perguruan tinggi. Mahasiswa yang merupakan para calon pengisi kursi pemerintahan, justru sedang sibuk dengan aktivitas pribadi dan melupakan kewajibannya sebagai ’juru bicara rakyat’. Ketika korupsi merajalela, harga sembako meningkat dan penggusuran dimana-mana, mahasiswa yang berperan sebagai aspirator rakyat hanya melegitimasi itu wajar-wajar saja. Mahasiswa yang seharusnya berfungsi sebagai agent perubah dengan paradigma kritis tranformatif, kini sudah bergeser menjadi agen perubah yang pragmatis dan hedonis.

Mungkin ada yang ambigu dalam peran dan fungsi dari mahasiswa. Seharusnya selain bergerak dalam aktivitas perkuliahan, mahasiswa juga memiliki satu tanggung jawab dalam membaca realita kehidupan bangsa. Gelar ’mahasiswa’ yang disandang harus lebih dapat dipertanggungjawabkan. Rakyat sangat membutuhkan muncul mahluk-mahluk bergelar ’mahasiswa’ dalam menyampaikan penderitaannya. Sudah terlalu panjang kemisikinan yang diderita rakyat dan sudah terlalu lama rakyat dibodohi para kapitalis. Tetapi orang-orang yang diharapkan (mahasiswa) mampu memperjuangkan nasib rakyat, justru sedang asyik memikirkan profesi mendatang.

Di desa akan terdengar jelas suara rakyat kecil dalam mengangkat nama mahasiswa. Bagi mereka, mahasiswa adalah orang pintar yang bisa melakukan segalanya. Mahasiswa merupakan para calon pejabat pemerintahan yang akan datang, dan mahasiswa adalah calon borjuis-borjuis bangsa. Kaum intelektual yang berjiwa muda dan independen hanyalah mahasiswa. Dengan bekal kritis, ilmiah, dan prestise yang tinggi tentu dapat menjadi ’speaker corner’dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Ayo mahasiswa, tunjukkan isi hati nuranimu....

Dalam upaya mengembalikan peran dan idealisme mahasiswa tersebut, panitia bersama BEM & DPM bekerjasama membuat pelatihan gerakan yang terbuka untuk seluruh mahasiswa MIPA. Dengan tema:

”Songsong Kebangkitan Gerakan Mahasiswa MIPA Berbasis Intelektualitas”

Pada : - 8 Februari 2008
- 08.00 wib
- Ruang D1-D2
Materi: - Tehnik Advokasi (DH.Gustira, aktivis LPS Air)
- Pemahaman peran dan fungsi mahasiswa (Fakhrurozzi, aktivis LPS Air)
- Tehnik Penyikapan isu(A.Aziz, aktivis OKP KAMMI kalbar)
- Tehnik rekayasa sosial politik (Pramono Tripambudi,SE anggota DPRD Kota)
Turut serta
Ketua BEM, Ketua DPM, Ketua HIMATIKA, Ketua HIMKI, Ketua HIMABIO, Ketua HIMAFIS, Ketua FIKRI, Ketua IMASIKA, Ketua KOMIK, dan Ketua LAB ART, Alumni LT I angkatan 4 []
*penulis adalah ketua dpm fmipa untan 2007-2008



Selasa, 15 Januari 2008

“KUASA MAHASISWA” MERUPAKAN “KUASA PERUBAHAN”

Menjadi seorang mahasiswa merupakan suatu anugrah luar biasa. Dengan memenangkan kompetisi di antara beribu orang serta membayar dengan harga yang mahal, seseorang baru memperoleh gelar mahasiswa. Dari pagi hingga sore mahasiswa ditanamkan nilai-nilai ilmiah dari para dosen. Literatur menjadi suatu kitab yang selalu dibaca dan dipahami isinya oleh mahasiswa. ‘Kaum intelektualitas’ menjadi suatu panggilan yang tak asing lagi didengar mahasiswa.

Segala macam pujian diberikan rakyat untuk mahasiswa. Jika datang ke suatu desa, mahasiswa menjadi bak seorang dewa yang serba bisa. Semua penduduk menyambut kedatangan mahasiswa dengan meriah. ’Menginap di rumah saya saja’ merupakan suatu kata yang berebut diucapkan masyarakat desa. Berbincang dengan mahasiswa pun menjadi suatu kebanggan bagi rakyat.

Keistimewaaan ini tak lain karena rakyat memandang bahwa mahasiswa merupakan generasi bangsa, calon pemuka, dan ’juru bicara’. Rakyat merasa hanya mahasiswa yang ’pantas’ untuk menyampaikan penderitaan rakyat dan hanya mahasiswa yang dapat menjadi pelopor perubahan suatu negara. Mahasiswa dipercayakan berjuang membela rakyat karena hanya mahasiswa yang masih independen serta memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah bangsa dan negara. Telah banyak bukti atas kekuatan mahasiswa. Keadilan dan kesejahteraan rakyat merupakan kunci perjuangan mahasiswa. Mulai dari debat, pidato, diskusi, seminar dan demonstrasi menjadi senjata perjuangan mahasiswa. Teriakan-teriakan ’keramat’ mahasiswa menjadi harapan besar bagi seluruh rakyat.

Sejarah telah mencatat peranan yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan politik suatu negara. Secara empirik kuasa mahasiswa terbukti dalam serangkaian peristiwa penggulingan, antara lain seperti : Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno di Indonesia tahun 1966, Ayub Khan di Paksitan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipinan tahun 1985, dan Soeharto di Indonesia tahun 1998. Segala bentuk penggulingan kekuasaan ini mengartikan bahwa kuasa mahasiswa merupakan kuasa perubahan.

Namun segala bentuk penggulingan kekuasaan tersebut hanya sebagian kecil dari kuasa mahasiswa. Rakyat akan terus menunggu muncul kembali kuasa mahasiswa. Rakyat akan terus berharap pada mahasiswa-mahasiswa yang berani berkata benar dan salah dengan jujur dan tegas. Rakyat membutuhkan tangan-tangan orang yang peduli pada sesama dan bukan orang yang apatis. Dan rakyat yakin dan percaya bahwa di kampus berkumpul orang-orang commited dengan mata hati dan berjuang pula dengan mata hati.

HIDUP MAHASISWA...!!
SALAM REVOLUSI...!!

Penulis : Advant, R., 2008

Kamis, 13 Desember 2007

DPM BERDUKA CITA ATAS MATINYA IKLIM POLITIK KAMPUS

Selain dikenal dengan karya ilmiah yang gemilang, fmipa untan juga cukup disegani dalam perpolitikan di tingkat mahasiswa pada beberapa tahun yang lalu. Iklim politik selalu mewarnai hati mahasiswa sejak berdirinya organisasi pertama di kampus kuning tercinta. Namun suasana yang identik bernuansa aktifis ini hilang begitu saja beberapa bulan terakhir. Kemana pergi iklim politik kampus...........??

Bahasa dan pemikiran politik tak lagi menjadi jiwa mahasiswa di mipa. Mahasiswa yang sedang ngumpul tidak lagi terdengar mendiskusikan hal-hal politis. Diskusi formal dalam hal politis tiba-tiba tak lagi ada di mipa. Figur-figur yang berjiwa politis, satu demi satu hilang dan tak lagi berbicara politis. Mahasiswa baru pun hampir menjadi korban dengan tak kenal adanya politik kampus.

Sejak pertama berdirinya BEM di mipa, badan yang terdiri dari aktifis ini telah menghidupkan iklim politik dengan membuat gebrakan pada pemilu untan. BEM kedua selalu melakukan advokasi-advokasi ke birokrat dalam memperjuangkan kesejahteraan mahasiswa. BEM ketiga sebagai pelopor pertama mahasiswa mipa turun aksi besar dijalan. Begitu pula dengan BEM keempat yang berhasil mengembangkan iklim politik mipa dengan mengangkat isu-isu baru. Namun hal-hal tersebut hanya menjadi cerita yang tak berlanjut.

Dengan ini DPM mengajak seluruh mahasiswa mipa untuk kembali mewarnai iklim politik kampus. Jangan lagi berharap pada satu orang, tapi kita juga merupakan orang yang bertanggung jawab besar dalam hal ini. Jangan sampai 5 tahun yang akan datang mipa berubah menjadi Sekolah Menengah Atas yang tak kenal dengan iklim politik.

HIDUP MAHASISWA........!!!!

Jumat, 09 November 2007

HASIL LINGKAR SUARA MAHASISWA (LSM)

dewan perwakilan mahasiswa fmipa untan mencoba untuk memainkan perannya sebagai wakil dari mahasiswa. awal november hari rabu jam 3 sore dpm mengundang element mahasiswa untuk diskusi membahas permasalahan yang dialami mahasiswa di kampus dari sisi kerja birokrat. akhirnya diskusi menghasilkan banyak keluhan mahasiswa di mipa yang di antaranya sebagai berikut:

KELUHAN MAHASISWA

Tidak amannya musholla
- pernah ada kehilangan uang dan Hp sekitar sebulan yang lalu
- pernah terlihat ada anak yang akan mengambil tas mahasiswa lagi sholat
Ketidak amanan perparkiran
- kuliah hingga jam ½ 6, tapi penjaga parkir sudah pulang sekitar jam 4
- sering hilangnya helm
Lab komputer
- Tidak jelasnya operasional labkom (waktu buka, tutup, dan libur)
- Labkom sering tutup karena operator (penjaga) labkom kuliah
- Tidakjelasnya peraturan labkom sehingga banyak yang tidak bayar dan banyak yang menggunakan komputer untuk main game padahal banyak mahasiswa yang lebih perlu untuk kuliah.
Kurangnya tempat air wudhu
- Air untuk praktikum biologi dan wudhu digunakan bersama-sama sehingga air untuk wudhu sering kurang.
Subbag perlengkapan
- Mahasiswa masuk kuliah jam ½ 8, namun subbag perlengkapan jam ½ 8 sering belum buka.
- Kurangnya infocus karena banyak rusak.
- Kurang jelasnya kepemilikan fasilitas kampus sehingga membingungkan mahasiswa meminjam kepada siapa.
Kurangnya laboratorium biologi
- Kurangnya laboratorium biologi menyebabkan pratikum biologi angkatan 2005 dan 2006 dibagi menjadi 2 shift

ATM-KTM angkatan 2006
- angkatan 2006 hingga saat ini masih banyak yang belum mendaptakan ATM-KTM
Kelas sering bentrok
- Sering ada jadwal yang sama dalam ruangan yang sama sehingga mata kuliah bentrok

dpm telah mengadvokasikan keluhan ini ke birokrat yaitu langsung ke PD III mipa. namun hingga hari ini belum ada kejelasan maupun tindakan yang diterima mahasiswa. dpm mendapat tanggapan bahwa hal ini akan di bawa ke rapat bersama dekan.